Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2022

Saya Takut Menyakiti Anak

Saya sedang tidak ingin membahas kasus yang sedang viral, anggap saja saya sedang curhat atau sekedar corat-coret membuang sampah dalam diri saya.  Kemarin lusa suami saya sakit, sekitar jam 3 dini hari, suami saya mengerang. Sekujur tubuhnya menggigil dan suhu tubuh kisaran 38°C. Saya mulai melakukan perawatan apa pun yang bisa membuatnya nyaman. Mulai mengompres, mengerok punggungnya, pijat limfatik, juga konsumsi madu dan habattussauda. Suami saya alergi orbat, jadi herbal adalah pilihan yang paling pas untuknya.  Drama dan kerempongan dimulai. Merawat suami sakit, juga mengurus empat anak usia 7th, 5th, 3th dan 7 bulan, mengurus rumah dan segala isinya seorang diri tentu suatu hal yang tidak mudah.  Saya memulai pagi hari dengan cucian piring segerobak, kemudian berurutan mengelap badan suami dengan air hangat, menyiapkan sarapannya, madu hangatnya juga habatts.  Kemudian menyuap si bayi yang sudah MPASI, menyiapkan air mandinya kemudian memandikan dan mengASIhi....

Keajaiban Itu Bernama Sedekah

 Aku ingin menuliskan kembali kisah ini, agar hati yang mulai enggan terpantik semangatnya, tidak tahu apakah ini sedekah terbaik atau bukan, yang pasti sedekah itu keajaiban untukku. Sesuatu yang mustahil nyatanya sangat mungkin jika Allah berkehendak.  Baru saja selesai mengASIhi Si Bayi, entah ke berapa kali sudah tak terhitung. Iseng aku meraih ponsel untuk melihat jam berapa gerangan. Melirik aplikasi hijau dan membacanya perlahan. Oh Lord, namaku terpilih untuk mendapatkan sandal sepatu cantik yang kuimpikan. Masyaa Allah. Kejutan tengah malam yang indah bukan? Padahal berkali-kali ikut giveaway, Aku belum pernah sekali pun seberuntung ini.  *** Tentang keajaiban serupa mengingatkanku pada pengalaman delapan tahun lalu, saat awal meniti rumah tangga. Delapan tahun lalu, aku dan suami sedang kehabisan uang, sementara kakak dari Bandung akan numpang menginap untuk beberapa hari sebelum pulang ke rumah orang tua. Saat itu aku dan dia begitu galaunya, bagaimana mungkin ...

Tentang Cintanya Anak

Semalem Si Bapak mau donor darah, cukup lama bapak itu gak donor terhitung sejak resain kerja. Semalam ada yang share di grup tentang pasien yang butuh darah, kebetulan sekali kami kenal adik pasien ini. Selain ingin menolong, Si Bapak juga rindu untuk di bagi darahnya. Maka selepas sholat maghrib beliau langsung berangkat ke PMI tujuan. Bapak itu memang berangkatnya pamit sholat maghrib, duo abang sholat di rumah biar gak heboh ikutan ke PMI. Terjadilah drama haru malam itu saat mereka menyadari Si Bapak tak kunjung kembali dari masjid. "Mi, Abuyyaa ke mana?" tanya Abang Tengah. "Ke masjid, langsung donor darah. Ya, kan, Mi?" Sulung seorang yang tau dan mulai faham. "Iya, Sayang," jawabku sambil mengendus-endus leher acem bayi. "Donol itu apa, Mi?" sambung Si Tengah dengan suara khas cadelnya. "Donor ituu...ngasih darah ke orang sakit yang butuh," Aku menjawab agak asal. "Ngasih darahnya gimana, Mi?" Sulung akhirnya penasaran...

Agar Anak Sholat Tanpa Diminta

 Agak kaget memang melihat mereka yang kadang nampak begitu dewasa. Kemarin saat Ayyash dirawat di Rumah Sakit, Berempat dengan Azzam, Ashima, dan Abyan aku menghabiskan hari di rumah. Malam-malam selama Ayyash dirawat, aku memang sulit tidur. Bisa sampai jam 1 bahkan jam setengah 3. Gak tau. Sulit aja mata ini merem. Karena pola tidur yang gak baik itu, aku kesiangan. Terkejutnya saat kudapati jendela sudah tersingkap, pintu sudah terbuka dan sulung sudah tak ada di kamar. Ada selembar sajadah di samping kasurnya. Kutebak ini tentu bekas ia sholat. Pernah juga di hari yang lain justru si sulung yang membangunkanku untuk sholat shubuh. "Azzam sudah sholat, Mi. Sudah mandi juga," sambil ia elus-elus pipi ini. Masyaa Allah.  Ada haru juga malu berkecamuk. Dia sudah bisa menjadi pengingatku. Sulung ini memang sudah teratur sholatnya setiap waktu sholat, demikian si tengah. Tapi si tengah sampai detik ini masih selalu banyak drama untuk memulai aktivitas sholat. Diboyong ke kamar...

Bertahan

"Kak, makasih, ya, mau dengar semua ceritaku. Kemarin dia sakit. Badannya kaku, bahkan BAB di tempat. Aku yang urus, aku cebokin," "Aku nangis, Kak. Aku bilang ke Allah agar dia dikasih kesempatan untuk memperbaiki semua kesalahannya." "Ajaibnya, dia minta maaf, Kak. Kata maaf yang selama ini aku tunggu akhirnya lolos dari bibirnya, yah walau memang dengan keadaan dia di titik terendahnya." "Gak papa, Kak. Aku tetep bahagia, berharap Allah buka pikirannya dan lembutkan hatinya." "Jangan capek, ya, Kak, untuk menampung sampah dalam hatiku," _-_-_-_- Aku menatap nanar pesan wa di ponsel. Ada rasa haru yang meletup-letup, tapi terselip rasa tak sepenuhnya yakin bahwa suaminya memang benar-benar menyadari kesalahan.  Tujuh tahun pernikahan bukan waktu yang sebentar, banyak kesempatan bagi seorang suami untuk berbenah dan belajar dari kesalahan, memperbaiki dirinya dan hubungan dalam keluarga kecil mereka. Selama tujuh tahun itu istrinya hid...